Herlambang Prihantoro 👋
Web developer & passionate about UI/UX, custom dashboards, PHP native development, and WordPress. Currently building DarsApp.
Web developer & passionate about UI/UX, custom dashboards, PHP native development, and WordPress. Currently building DarsApp.
Fenomena budaya gengsi konsumtif di komunitas yang sebenarnya kelas menengah ke bawah itu emang menarik buat dibedah, dan ini bukan cuma soal ekonomi — tapi soal psikologi, sosial, dan bahkan sejarah budaya. Nih penjelasan lengkapnya :
1. Gengsi = Cara Meningkatkan Harga Diri
Banyak orang di kalangan menengah ke bawah merasa “ketinggalan” atau “kurang” dibanding lingkungan sosial atau media. Akhirnya mereka memakai barang branded, gaya hidup mewah, atau barang konsumtif lain sebagai shortcut buat diakui, biar kelihatan “berhasil” atau punya “value” secara sosial.
Contoh: Orang dengan penghasilan pas-pasan tapi maksa beli iPhone bekas atau motor gede kredit 5 tahun cuma biar dibilang keren.
2.FOMO & Tekanan Sosial
Tekanan lingkungan itu nyata. Ketika tetangga atau temen sekomunitas upgrade barang, nongkrong di tempat hits, atau posting liburan, orang lain merasa “harus ikutan” supaya nggak kelihatan miskin atau ketinggalan zaman.
Media sosial makin memperparah. Orang gampang bandingin hidupnya dengan pencitraan orang lain.
3. Identitas Sosial = Apa yang di Pakai
Di banyak komunitas menengah bawah, status sosial dibentuk lewat apa yang bisa dilihat: baju, kendaraan, gadget. Karena pencapaian “nyata” kayak properti atau tabungan susah dicapai, akhirnya gengsi itu dikejar lewat simbol yang lebih instan dan kelihatan.
Mereka belum bisa beli rumah, tapi bisa beli baju hypebeast KW atau motor dicicil.
4. Pendidikan Finansial Rendah
Tanpa literasi keuangan, orang cenderung mikir jangka pendek: “Yang penting sekarang bisa pamer, soal bayar nanti belakangan.” Padahal budaya cicilan atau utang buat barang konsumtif itu bikin stuck di lingkaran setan kemiskinan.
5. Budaya Kolektif & Mental “Jangan Mau Kalah”
Di masyarakat kita yang sifatnya kolektif (komunal), gengsi itu sering dianggap alat bertahan di mata lingkungan. Malu kalau beda sendiri, atau dianggap belum “naik kelas”. Jadinya ikut-ikutan demi “muka”.
Kadang gengsi itu bukan buat diri sendiri, tapi supaya keluarga dianggap “berhasil”..
Solusinya Gimana?